
Foto ilustrasi Selamat Hari Kartini | Foto by Olline Juzika
Asmarainjogja.id – Pada tahun 1870-an, tidak banyak pribumi terpelajar pada masa itu. Bahkan saking sedikitnya, bisa dihitung dengan jari di setiap sekolah Belanda. Pribumi-pribumi terpelajar itu biasanya anak pegawai pemerintahan, anak ningrat, atau juga anak saudagar kaya. Sedangkan masyarakat miskin tak mengecap pendidikan. Jangankan merasakan ilmu pengetahuan, hidup tenang saja sudah suatu kebahagiaan.
Pendidikan ini pula yang membuka mata, telinga, pikiran, dan hati, pribumi terpelajar atas keresahan masyarakat di sekitarya, dan juga seluruh negerinya. Satu di antara wanita pribumi terpelajar itu adalah R.A Kartini, ia merupakan seorang putri Bupati Jepara, R.M Ario Sosro Ningrat. Sebagai anak seorang bangsawan sebenarnya Kartini bisa hidup tenang, semua bisa didapatkan, hanya saja tinggal menuruti budaya mereka selama ini.
Tapi tidak bagi seorang Kartini, ia perduli terhadap pendidikan di negerinya, ia perduli terhadap perlakuan wanita di masanya, ia selalu gelisah, hidup terasa terbebani jika apa yang ia impikan tidak tercapai. Wanita hebat kelahiran Jepara, 21 April 1879 itu menginginkan pendidikan yang merata bagi putra-putri Hindia Belanda (nama Indonesia di zaman Belanda), ia menginginkan persamaan hak baik pria dan wanita, karena pada masa itu keberadaan wanita dinomorduakan, kasarnya lagi hak wanita nyaris tidak ada di negerinya sendiri.
Budaya yang salah kaprah, penjajahan yang memanfaatkan keadaan, pemahaman agama yang minim, dan agungnya sabda seorang bupati atau petinggi lainnya, membuat Kartini tertekan batin melewati hari-harinya. Kegelisahan itu ia tuangkan dalam tulisan-tulisan yang kritis tapi lembut, juga sesekali tajam, dan melankolis. Tulisan-tulisan itu dikirimkan di surat kabar milik Belanda. Sejak tulisannya dimuat, warga Belanda mulai penasaran terhadap putri Bupati tersebut. Berkat menulis pula, ia semakin dikenal banyak orang, dan bisa berteman dengan orang-orang Belanda, seperti MR JH Abendanon beserta istri, Annie Glaser, Stella, MR Van Kool, dan lain-lain.
Kedekatan itu semakin intim, Kartini saling berbalas-balasan surat, saling berbagai pengetahuan, pengalaman, kebudayaan, dan lain sebagainya. Kartini mengagumi sahabat-sahabatnya, begitu juga sahabat-sahabatnya tak kalah kagum melihat seorang putri pribumi yang cerdas, berwawasan luas, perduli terhadap bangsa, dan semampunya membuka cakrawala penderitaan kaum wanita saat itu. Surat-surat Kartini itulah yang dikumpulkan sahabatnya yang akhirnya menjadi sebuah buku Habis Gelap Terbitlah Terang. Buku itu kemudian hari menjadi inspirasi kaum wanita, dan tentunya membawa perubahan bagi negeri ini.
Tak bisa dipungkiri lagi tulisan adalah bukti sejarah yang menguatkan keberadaan seseorang. Inilah kelebihan seorang wanita hebat yang pernah dimiliki Indonesia, yakni Kartini, buah pikirannya ia tuangkan dalam tulisannya. Sehingga tulisan-tulisan itu dikumpulkan menjadi sebuah buku. Jika kamu tanya apakah wanita paling berpengaruh dulu hanya Kartini saja? Lantas kenapa pula nama R.A Kartini begitu agung di Indonesia, bahkan sebagai simbol emansipasi wanita? Salah satu alasannya karena tulisan itu, bukti nyata perjuangannya lewat tulisan. Banyak sekali sebenarnya tokoh-tokoh wanita sebelum atau sesudah Kartini yang memperjuangkan pendidikan, memperjuangkan hak kaum wanita, bahkan langsung bertempur dengan penjajah Belanda, hanya saja tokoh-tokoh tadi tidak menuliskan buah pikirannya.
Generasi muda sekarang, khususnya kaum perempuan, kamu tidak lagi di zaman Belanda yang hak-hak kamu dibatasi. Kamu punya hak yang sama terhadap kaum lelaki, hanya saja bukan berarti melanggar kodrat kamu sebagai seorang perempuan. Karena selama ini banyak juga yang salah kaprah memahami emansipasi wanita. Kartini juga secara tak langsung mengajarkan generasinya lewat tulisan jangan melanggar kodrat sebagai wanita, ada batas-batasnya.
Dan jangan kira pula Kartini minim pengetahuan agama. Ia diajarkan agama oleh guru ngajinya yang didatangkan langsung oleh orangtuanya. Ia belajar mengaji, membaca Al-Quran, belajar sholat, memahami ilmu fiqih, dan akidah Islam, dan pastinya belajar pendidikan umum di sekolah Belanda. Maka jangan heran kecerdasan dan wawasan Kartini luar biasa di zamannya.
Kamu juga bisa menjadi Kartini di abad 21, dengan cara mengamalkan petuah-petuahnya yang disesuaikan zaman sekarang. Memperjuangkan kaum wanita, fokus pada pendidikan terhadap anak bangsa, dan menempatkan posisi yang layak dan terhormat bagi kaum wanita, dan itu semua tentunya tidak bertentangan dengan agama. Dan tak bisa ditawar-tawar, kamu harus bisa menulis, jika belum bisa belajar pelan-pelan, tuliskan apa saja yang terlintas di benak kamu tentang isu wanita di negeri ini, pendidikan kita, sosial, politik, HAM, dan lain sebagainya. Setelah itu perjuangkan!
Itulah kalau ingin menjadi Kartini di abad 21. Jika Kartini dengan menulis menggugah dunia, saat ini dengan menulis kamu bisa mengubah dunia. Tidak hanya saat kamu masih hidup saja, tapi setelah kamu meninggal juga perubahan dari tulisan itu akan terus berkembang dan berkembang. Sebab regenerasi akan melanjutkan perjuangan kamu. Sama halnya dengan kamu sekarang yang memperjuangkan buah pikiran R.A Kartini tempo dulu.
Selamat hari Kartini, semoga generasi muda kita bisa menjadi Kartini abad 21 yang mengubah dunia. [Asmara Dewo]
Baca juga:
Pesan Pangeran Ario Condronegoro (Kakek R.A. Kartini) dan Karya Tulis Anak-anaknya
Cerita Kartini Kecil di Sekolah dan Surat Kartini untuk Nyonya Van Kol