Home Sahabat Muda Berbagi Setahun PLB, Bagaimana Perkembangannya?

Setahun PLB, Bagaimana Perkembangannya?

11 min read
0
0
150

Kerja-kerja PLB di sekitaran Pantai JUngwok

Asmarainjogja.id–“Mbah, ini uang lidah buayanya. Uang ini untuk Mbah,” kata Wuri sembari memberikan uang Rp. 35.000,-.

“Nggak usah, jangan Mbah yang pegang. Kasi Mas Dewo saja,” Mbah Soro menolaknya.

Semua wajah di sana mengarah ke saya.

“Nggak apa-apa, Mbah, uang itu untuk Mbah. Mbah yang merawat lidah buaya kita, kok. Nggak apa-apa, terima saja, Mbah. Biar makin semangat merawat lidah buayanya.

Karena desakan kami semua akhirnya Mbah Soro mengalah, beliau menerima uang hasil penjualan bibit lidah buaya PLB pertama. Dengan senang hati dan mata yang berbinar, disaksikan istri tercinta, Mbah Soro berterimakasih kepada kami.

Setahun PLB sudah berjalan, pada 16 maret 2019 lalu kami mulai menggarap lahan Mbah Soro dan Pak Man untuk ditanami lidah buaya (aloe vera). Dan pada tanggal 31 Maret kami secara kolektif   menanam bibit lidah buaya (LB) di dua lokasi yang berbeda. Pertama di lahan Pak Manto (beliau adalah anak menantu Mbah Soro), lahannya berada di parkiran 14, untuk wisata Pantai Greweng, Sedahan, dan Pulau Kalong. Dan yang kedua penanaman LB di parkiran 16 milik Mbah Soro.

Sebelum bercerita lebih jauh, sebaiknya saya mengenalkan terlebih dahulu apa itu PLB?

PLB singkatan dari Proyek Lidah Buaya. Proyek kecil itu saya gagas bersama teman-teman kampus, mereka adalah Almo, Bayu (nama penanya Angin), Defry, dan Faisal. Kami sepakat untuk menanam LB di Desa Jepitu, Kec. Tepus, Kab. Gunungkidul, Yogyakarta. Dan dijelaskan pula proyek itu semata-mata untuk pembangunan ekonomi mandiri warga Jepitu.

Sederhananya kalau nanti proyek itu berhasil, mulai dari pembibitannya, penanamannya, pengolahan produk, pemasaran produk, sampai kepemiilikannya adalah kewenangan warga Jepitu. Kami hanya sebagai pelopor, pengawal, dan pendamping ekonomi mandiri (Ekman) tersebut. Untuk diketahui pula modal kami membeli bibit LB dari kolektif sendiri, artinya dari dana sendiri. Kami menyisihkan uang jajan kuliah.

Kenapa memilih LB untuk ditanam?

Karena menurut saya LB itu tanaman sejenis kaktus, mampu hidup di lahan berpasir yang tandus. Sebagaimana kita ketahui area pertanian di Gunungkidul bagian Selatan memang lahannya kering, tandus, dan berbatuan. Secara tidak langsung kami bereksperimen apakah LB bisa hidup di sana. Dan setahun kami menanam dan merawatnya, kesimpulannya adalah LB bisa tumbuh di sekitaran Pantai Jungwok.

Bahkan pada musim kemarau sepanjang 9 bulan pun, LB kami masih bisa hidup dan subur. Meskipun pada saat musim yang sangat panas beberapa bulan lalu itu LB kami layu, daunnya keriput, dan batangnya kecokelatan. Antara hidup dan mati.

Menurut pengamatan Mbah Soro, LB itu menyimpan air pada batangnya. Jadi meskipun di musim kemarau, LB masih bisa bertahan sampai di musim hujan lagi.

Nah, sebelum menanam LB di sana, kami juga sudah konsultasi dengan pelopor budidaya LB di Nglipar, Gunungkidul bagian utara, yaitu Mas Alan. Pesan Mas Alan waktu itu adalah menjaga LB pada musim kemarau dengan rajin menyiramnya, minimal seminggu sekali. Pada masa penanaman, memang mulai memasuki musim kemarau. Untuk menjaga kesuburan tanah, mau tak mau kami harus kolektif lagi membeli air dari tangki. Harganya Rp.100.000,- per tanki.

Seingat saya, kami hanya membeli dua tangki air saja, setelah itu mengaharap air hujan. Karena tempat penampungan air kami dari terpal digerogoti tikus, begitu laporan dari Pak Man. Sejak itulah kami tidak membeli air lagi.

Bagaimana cara menanam LB?

Sebenarnya menanam LB itu mudah. Sebagaimana yang kami ketahui cara budidaya LB dari Mas Alan. Untuk menanam LB yang baik itu adalah tanahnya dibajak, lalu dicampur dengan pupuk kompos, dan terpapar langsung dari sinar matahari. Selanjutnya dibuat gundukan, seperti menanam cabai. Nah, kami sendiri tidak bisa mengamalkan apa yang disampaikan Mas Alan.

Cara penananaman di Jepitu (Gunungkidul bagian selatan) tidak seperti itu, bibit yang disiapkan langsung ditanam pada lubang yang sudah disediakan, lalu menaburi dengan pupuk kompos di sekelilingnya. Tanpa dibajak, dan tanpa dibuat gundukan. Kami sadar, kami hanya mahasiswa yang mencoba memberikan alternatiif tanaman untuk warga di sana.

Hasilnya memang tidak begitu memuaskan. Bibit yang berada di parkiran 14, tidak begitu besar. Setelah kami diskusikan dengan Mas Alan, itu disebabkan karena kurangnya cahaya matahari. Memang kami menanam LB di bawah pepohonan jati yang daunnya cukup rindang. Sedangkan di parkiran 16, memang lebih besar, tapi itu juga belum maksimal, mengingat usianya sudah setahun.

Kenapa begitu? Kesimpulan kami karena area penananaman itu juga ditanami tumbuhan lain, seperti kacang, dan jagung. Sehingga unsur hara tanaman di sana jadi rebutan antara ketiga jenis tumbuhan yang saling berdamingan. Tapi, sekarang jagung dan kacang sudah dipanen. Semoga saja LB kami di sana lebih cepat berkembang lagi.

Apa yang menjadi persoalana pada penanaman LB?

Setiap tumbuhan memerlukan air yang cukup untuk tumbuh dan berkembang. Begitu juga dengan LB. Karena kami memang sudah tahu soal kelangkaan air di sana, itulah kita berupaya bagaimana tetap menghasilkan dari penanaman LB di tengah sulitnya mendapatkan air. Sangat sulit juga jika ketergantungan dengan membeli air tangki yang harganya Rp. 100.000,-. Syukurnya saat ini LB kami sudah besar, jadi bisa lebih bertahan menyambut musim kemarau nanti.

Sumur juga tidak bisa diharapkan secara maksimal. Sumur Mbah Soro di parkiran 16 juga mengalami kekeringan. Jangankan untuk LB, untuk air minum saja sulit. Persoalan air memang menjadi hal terpenting yang meski segera diselesaikan di sana.

Selanjutnya adalah kurangnya lahan untuk bibit-bibit selanjutnya. Pada musim hujan begini bibit-bibit kecil akan terus tumbuh dari induk yang sudah kami tanam setahun itu. Sepekan yang lalu saja kami sudah memindahkan ratusan anak bibit itu ke polibag. Selanjutnya tentu kami harus berpikir keras lagi untuk mencari lahan penanaman bibit tersebut.

Bagaimana kinerja angggota PLB?

Memang harus diakui adanya penurunan semangat anggota PLB. Ya, hal itu biasa. Karena itu pula untuk terus menjaga bara api semangat kawan-kawan yang lain kami membuka siapa saja yang mau bergabung dengan kegiatan kami. Dalam sebulan ini anggota bertambah tujuh orang. Terdiri dari mahasiswa dan karyawan.

Tentu saja dengan bertambahnya anggota PLB semakin membuat kami lebih cepat lagi untuk mewujudkan Ekman warga Desa Jepitu melalui LB. Selain itu penambahan dana kolektivitas. Mengingat tidak ada perjuangan tanpa modal. PLB beroperasi dari dana sendiri. Semakin banyak anggota yang tergabung artinya mempercepat roda PLB dalam kerja-kerjanya.

Penulis: Asmara Dewo, aktivis PLB

Baca juga:

Imbauan #dirumahsaja, Bagaimana dengan Individu-Individu Berpaham Freedom?

Siapa yang Paling Berdampak dari Virus Corona di Yogyakarta?

 

Load More Related Articles
Load More By admin
Load More In Sahabat Muda Berbagi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *