Home Uncategorized Opini 1 Mei, Hari yang Paling Ditakuti Penguasa dan Pengusaha

1 Mei, Hari yang Paling Ditakuti Penguasa dan Pengusaha

10 min read
8
0
911
Ilustrasi demo buruh | flickr.com/Lotulung Garry Andrew

Asmarainjogja.id-Kita mendapat upah setelah bekerja dari bos yang memiliki alat produksi. Dan itu adalah buruh, meskipun namanya diubah-ubah oleh setiap penguasa, mulai dari pekerja, karyawan, pegawai, staff, dan sebagainya. Buruh tetap saja buruh. Seorang manusia yang membuat si pemodal semakin kaya raya. Nasib buruh tetap saja miskin dan menderita.

Penderitaan buruh sepanjang hidupnya akan terus berlanjut sampai ke anak cucunya, jika bukan si buruh sendiri yang mengubahnya. Karir buruh yang mungkin sampai di level manager, bukan berarti dia sudah sukses. Nyawanya tetap dipegang oleh pemilik modal. Berani macam-macam, bisa ditendang dari perusahaan dengan beribu alasan yang bisa dibuat.

Maksudnya adalah perjuangan buruh tidak akan pernah tuntas sampai menguasai alat produksi. Artinya buruh menjadi tuan dari perusahaan itu sendiri. Tidak masuk diakal memang? Bagaimana mungkin buruh bisa jadi pemilik perusahaan. Nah, bagi yang belum mempelajari sejarah perjuangan kelas, coba cari literasinya.

Perjuangan buruh ini tidak pernah disukai oleh pemerintah, apalagi si pemodal. Karena dianggap berbahaya, bisa memengaruhi politik nasional bagi pemerintah, sedangkan bagi pengusaha bisa merugikannya. Jadi pemerintah dan pengusaha kerap bergandeng tangan untuk menghadang perjuangan buruh. Mulai dari cara kekerasan, sampai dengan cara lembut. Cara lembut untuk membendung kekuatan buruh adalah mengisi Hari Buruh 1 Mei dengan acara yang tidak jelas, plus joget-joget.

Cara kekerasan adalah dengan membunuh. Ingat Marsinah. Buruh PT. Catur Putra Surya yang disiksa, hilang, dan kemudian ditemukan sudah tak bernyawa. Marsinah dibunuh hanya menuntut apa yang menjadi hak para buruh, yaitu untuk meminta menaikkan gaji mereka sesuai Surat Edaran No. 50 Tahun 1992 dari Gubernur KDH TKI Jawa Timur.

Menuntut hak pun dipermasalah oleh si pemodal? Nyawa buruh bagi pengusaha dan pemerintah hanya angka statistik. Memangnya ada kasus buruh yang tuntas dikerjakan oleh pemerintah? Pasti mengambang, menguap begitu saja. Esok-esok kaum borjuis itu lupa. Sial memang bagi buruh dan perjuangannya.

Menolak Omnibus Law

Berdasarkan ulasan dari Hukumonline.com, ada perubahan konsep/prinsip pengupahan antara UU No. 18 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaaan dan RUU Cipta Kerja (Omnibus Law). Dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan, prinsip pengupahan undang-undang ketenagakerjaan adalah melindungi buruh/pekerja demi kehidupan layak bagi kemanusiaan. Sedangkan pada RUU Cipta Kerja prinsipnya adalah sesuai kesepakatan atau peraturan perundang-undangan.

Lebih lanjut Hukumonline. Com menjelaskan, RUU Cipta Kerja menghapus mekanisme penetapan upah oleh gubernur berdasarkan rekomendasi dewan pengupahan daerah (provinis dan kabupaten/kota) melali survei KHL yang diatur pada Pasal 89 ayat (3) UU Ketenagakerjaan.  

RUU Cipta Kerja menghapus ketentuan larangan pengusaha membayar upah lebih rendah atau di bawah upah minimum dan mekanisme penangguhan pembayaran upah minimum, termasuk menghapus sanksi denda dengan presentase tertentu dari upah pekerja, jika pengusaha terlambat membayar upah.

Tak hanya itu, RUU Cipta Kerja disinyalir memangkas beberapa hak upah karena cuti pekerja/buruh ketika tidak masuk kerja dalam upaya tertentu yang dalam Pasal 93 ayat (2) UU Ketenagakerjaan upahnya tetap dibayar perusahaan. Namun, dalam Pasal 93 Cipta Kerja, seperti pekerja yang sedang haid, melahirkan, menikah, menjalakan perintah agama, dan lainnya seolah tidak dibayar upahnya.

Menurut mantan Ketua Komisi KPK, Busyro Muqoddas, RUU Cipta Kerja bila tetap dipaksakan untuk disahkan maka akan melanggar konstitusi dasar Indonesia, yakni UUD 1945. Sebab RUU tersebut dinilai memberikan ruang yang sangat liberal terhadap kekuatan kapitalisme yang liar. “Sedangkan Indonesia tidak bisa diatur dengan sistem kapitalisme,” kata Busyro Muqoddas (Suara.com, 2020).

Nasib Buruh Pasca Covid-19

Jumlah pekerja yang dirumahkan dan di-PHK akibat Covid-19 tembus 2 juta orang. Data dari Kemenaker per 20 April 2020, terdapat 2.084. 593 pekerja dari 116.370 perusahaan. Dari sektor formal, 1.304.777 pekerja dirumahkan dari 43.690 perusahaan. Yang terkena PHK sebanyak 241.431 orang dari 41.236 perusahaan. “Sektor informal juga terpukul, karena kehilangan 538.385 pekerja dari 31.444 perusahaan atau UMKM,” ujar Menteri Tenaga Kerja Ida Fauzyah (Kompas, 2020).

Nasib buruh sebanyak itu yang dipulangkan oleh perusahaan tidak jelas nasibnya. Kabarnya ada pula buruh yang tetap bekerja di rumah, namun tidak digaji. Mengingat ketakutan pada buruh itu jika menuntut gaji akan dipecat. Bisa terlihat watak pengusaha ini, akan memecat buruhnya kalau merasa rugi. Padahal selama untung tidak pernah mempublikasikan kepada buruhnya.

Lupa, kalau karena kerja buruhlah yang membuat si pengusaha kaya. Si pengusaha itu padahal tidak bekerja, ia duduk manis di kantornya, dan memerintah orang kepercayaannya untuk menjalankan sistem perusahaan. Dan para buruhlah kemudian bekerja mengerjakan sistem yang ada. Lelah bekerja dari pagi sampai malam, menghabiskan waktu, bertaruh nyawa pula, eh, giliran tidak produksi lagi, perusahaan memecat atau merumahkan mereka. Kan, kurang ajar itu namanya.

Nah, kalau nasib buruh sudah begitu, apa yang bisa dilakukan pemerintah? Tidak ada. Hanya imbauan seperti ini, “Jangan lupa kalau bisnis jalan lagi, sudah ada rezeki, anak-anak yang di-PHK harus jadi prioritas dipanggil lagi. Kan sudah saling mengenal. Tidak usah men-training lagi. Sudah seperti keluarga saja selama ini,” kata Ida Fauzyah (Kompas, 2020).

Pernyataan sang menteri itu seperti meminta belas kasihan kepada pemilik perusahaan. Kita jadi bingung, sebenarnya siapa, sih, yang berkuasa di negeri ini? Pemerintah atau pengusaha? Kok memberikan sikap melindungi buruh saja tidak berani. Harusnya pemerintah membuat pernyataan yang mengintervensi perusahaan agar memenuhi hak-hak buruh yang di-PHK atau yang dirumahkan, dan jalankan hukum yang benar.

Hal-hal seperti itu membuat kita semakin kehilangan kepercayaan kepada pemerintah. Sungguh tidak ada yang bisa membantu kaum buruh, selain dari buruh itu sendiri. Nasib buruh hanya ada di tangannya, bukan kepada siapapun.

Akhir kata tetap berserikat, bangun kekuatan, dan terus berjuang! Selamat Hari Buruh Sedunia, 1 Mei 2020. Karena hari-hari inilah yang paling ditakuti oleh penguasa dan pengusaha. Perjuangan buruh banyak berhasil pada 1 Mei. Ingat-ingat itu!  [Asmara Dewo]

Baca juga:

Virus Corona Menurut “Pakar” Teori Konspirasi, Young Lex, Deddy Corbuzier, dan Jerinx SID

Jika “Nasi Anjing” di Hadapan Orang Miskin, Dimakan atau Tidak?

Kartu Pra Kerja dan Nasib Pekerja yang Tak Kunjung Usai

Meraba Bahayanya Gerakan Anarko Sindikalis

Gratis beriklan di www.asmarainjogja.id
Load More Related Articles
Load More By admin
Load More In Opini

8 Comments

  1. […] 1 Mei, Hari yang Paling Ditakuti Penguasa dan Pengusaha […]

    Reply

  2. […] 1 Mei, Hari yang Paling Ditakuti Penguasa dan Pengusaha […]

    Reply

  3. […] 1 Mei, Hari yang Paling Ditakuti Penguasa dan Pengusaha […]

    Reply

  4. […] 1 Mei, Hari yang Paling Ditakuti Penguasa dan Pengusaha […]

    Reply

  5. […] 1 Mei, Hari yang Paling Ditakuti Penguasa dan Pengusaha […]

    Reply

  6. […] Baca berikutnya: 1 Mei, Hari yang Paling Ditakuti Penguasa dan Pengusaha […]

    Reply

  7. […] 1 Mei, Hari yang Paling Ditakuti Penguasa dan Pengusaha […]

    Reply

  8. […] 1 Mei, Hari yang Paling Ditakuti Penguasa dan Pengusaha […]

    Reply

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *