
Asmarainjogja.id-Bagi pembaca setia Tereliye tentu tidak asing lagi dengan “nasihat-nasihat terselubung” di balik novelnya. Ada yang mengamininya lalu mengamalkan, atau hanya sekadar sebagai caption di album foto media sosial. Tapi yang jelas harus kita sepakai dulu, apakah hampir di setiap karangannya Tereliye menyuruh pembacanya untuk berdamai dengan hatinya?
Kita paham Tereliye menginginkan pembacanya sebagai generasi yang bisa diandalkan di masa depan, tak terkecuali, hal yang remeh-temeh seperti cinta-cinta monyet. Tapi begitulah Tereliye, seorang novelis yang punya cara sendiri bagaimana menyiapkan generasi itu. Dan dia, patut kita apresiasi atas idealisnya dalam setiap karya.
Aku bisa mengukir wajahnya di langit-langit kamar. Menatap wajahnya di bening air bak mandi. Di piring kosong. Apa yang bisa kulakukan? Hingga kapan semua ini berakhir. Hingga kapan aku bisa melupakannya. Berdamai. Hanya ketika pagi datang, semua sedikit perasaan lega mengisi sepotong hatiku.
Potongan narasi dalam cerita novel “Sunset Bersama Rosie” di atas berceritakan seorang pemuda yang bernama Tegar. Tegar belum sempat menyatakan cinta kepada sahabatnya sendiri, yaitu Rosie. Pada waktu bersamaan, di mana Tegar memang sudah mantap menyatakan cinta di Puncak Gunung Rinjani, ternyata teman barunya, Nathan, terlebih dahulu menyatakan cinta ke Rosie. Gayung bersambut, Rosie menerima cinta Nathan.
Tegar yang mendengar langsung percakapan bahagia (versi Rosie dan Nathan) dan sangat menyedihkan baginya, tak kuasa menahan diri. Pada saat itu juga Tegar langsung turun dari Rinjani, di tengah kegelapan rimba ia tertatih-tatih, terjatuh, terguling-guling, lari dari kenyataan (Rosie dan Nathan). Sejak saat itu pula Tegar bak hilang ditelan bumi, sampai-sampai pernikahan Rosie dan Nathan tak datang. Ya, kalaupun tahu ada undangan mereka, memangnya Tegar punya nyali datang? Hahaha.
Tegar hadir di tengah-tengah kehidupan Rosie dan Nathan ketika mereka sudah punya anak empat. Sulungnya sudah SMA (kalau saya tidak keliru). Bayangkan berapa lama Tegar tak sanggup menerima kenyataan hidup, belum bisa menerima kekalahan (terlambat menyatakan cinta) dari Nathan. Nathan yang tidak tahu cintanya Tegar pada Rosie tentu saja tancap gas.
Berdamai dengan masa lalu yang menyakitkan. Berdamai bukan melupakan.
Berdamai. Itulah arti berdamai versi Tereliye dalam karyanya. Dan tak main-main soal prinsip, baca saja karya-karya Tereliye yang lain, berdamai versi dia ini selalu ditanamkan pada novelnya, meskipun dengan gaya dan cara yang berbeda-beda.
Berdamai Menurut Panglima Tertinggi Angkatan Perang Jokowi

Sejak saya memahami tindak-tanduk Jokowi dalam menjalankan pemerintahan Indonesia, terkadang saya sudah malas menanggapinya lewat tulisan. Ya, untuk apa? Percuma! Beberapa pekan lalu saja sudah buat rakyat kebingungan, soal mudik dan pulang kampung. Jokowi bilang mudik dan pulang kampung itu beda. Jadi siapa saja yang ingin pulang kampung saat ‘perang’ Covid-19 ini dibolehkan, sedangkan yang mudik dilarang.
Eh, beberapa pekan selanjutnya, menterinya sendiri yang membantah itu, pulang kampung dan mudik itu sama saja. Lha, tidak sinkron, toh, antara presiden dengan menterinya. Memang Jokowi selalu nyeleneh, terkadang aneh kalau berbicara, tak heran kalau dikoreksi oleh para menterinya. Seharusnya presiden yang mengoreksi menterinya. Ini malah sebaliknya.
Sama halnya dengan berdamai dengan corona versi Jokowi. Entah menteri yang mana lagi akan menyangkal ini. Mengingat Jokowi banyak gimmicknya dan juga suka nge-prank rakyatnya. Lucunya, ‘rakyat Jokowi’ selalu membela junjungannya membabi buta. Seperti sudah putus nalarnya, mana yang objektif, dan mana yang manipulatif. Ini bahaya bagi nalar kritis setiap manusia, jika semua apa yang dilakukan dianggap benar, meskipun itu salah.
“Sampai ditemukan vaksin yang efektif, kita harus hidup berdamai dengan Covid-19 untuk beberapa waktu ke depan,” kata Jokowi, 8 Mei 2020.
Nah, yang terlanjur sudah mengkampanyekan “Perang Melawan Covid-19” harus direvisi ulang menjadi “Berdamai dengan Covid-19”. Hapus semua foto, banner, atau apapun yang sudah diposting di internet, dan turunkan banner-banner yang ada di jalan, karena saat ini kita harus berdamai dengan Covid-19. Sesuai intruksi Panglima Tertinggi Angkatan Perang (PTAP), Joko Widodo, pada masa pandemi ini.
Nanti kalau berubah lagi, ya, mau tidak mau meski lakukan apa yang diintruksikan. Ingat, lho, kalian itu ‘Rakyat Jokowi’. harus tunduk, taat, dan patuh kepada Maha Raja Joko Widodo. Terlebih lagi kalian ‘rakyat Jokowi’ yang mulai sadar dan berbalik arah mengkritik Jokowi CS, siap-siap perang dengan saudara sendiri (kaum Buzzer dan grombolannya).
Baca juga:
1 Mei, Hari yang Paling Ditakuti Penguasa dan Pengusaha
Virus Corona Menurut “Pakar” Teori Konspirasi, Young Lex, Deddy Corbuzier, dan Jerinx SID
Jika “Nasi Anjing” di Hadapan Orang Miskin, Dimakan atau Tidak?
Menghadapi Covid-19

Apakah PTAP Jokowi sudah lelah menghadapi Covid-19 yang tak kunjung selesai? Atau ingin mengibarkan bendera putih? Atau jangan-jangan Sang PTAP sudah mengenali siapa ‘musuhnya’, seperti yang selalu diingatkan oleh Jendral Perang Sun Tju, “Kenali musuhmu!”
Ya, boleh jadi Jokowi sudah paham betul seluk-beluk Covid-19, jadi caranya untuk meredam tidak lagi angkat senjata, yang kerap digaung-gaungkan ‘Perang Melawan Corona” oleh rezim selama ini. Tapi strategi Sun Tju berikutnya.
“Kemenangan tertinggi adalah mengalahkan dan menundukkan musuh tanpa melakukan pertempuran, menaklukkan negara tanpa pengepungan dan tumpah darah.”
Tentu saja kita tidak bisa menyamakan antara Tereliye dengan Jokowi. Tereliye bisa saja idealis, karena dia penulis, tak ada yang menghalanginya berkarya. Kalau pemimpin politik seperti Jokowi tentu harus lebih lentur dalam bertindak, membaca arah politik, ekonomi dunia dan menahan tekanan global. Kapan angkat senjata, dan kapan menkampanyekan ‘kedamaian’. Jadi, ya, wajar kalau Jokowi kadang plintat-plintut kalau bicara.
Sama halnya dengan ‘berdamai dengan Covid-19’, karena Jokowi paham, ekonomi kita semakin buruk, keuangan negara tak mampu menyokongnya, dan memang tidak punya uang, yang ada utang. Diamnya rakyat tak beraktivitas menyebabkan sendi-sendi ekonomi kita rapuh. Ibarat kata, jika ada yang memantik saja, pemerintahan Indonesia bisa terancam.
Meskipun yang dihadapi Panglima Tertinggi Angkatan Perang Jokowi harus menerima rakyatnya yang terus bergelimpangan karena penyebaran Covid-19. Jokowi tak ada pilihan, menjaga kestabilan ekonomi atau nyawa rakyatnya. Mati perlahan-lahan karena kelaparan atau mati langsung karena corona? Atau ada pilihan lain, utang lagi? Mengingat Jokowi juga sebagai Raja Utangnya Indonesia. [Asmara Dewo]
Baca berikutnya: Ketika Putri AHY Jadi Objek Olokan Denny Siregar
Antara Pahlawan dan Transpuan, Belajar dari Kasus Youtuber Ferdian Paleka - Asmara in Jogja
Mei 9, 2020 at 4:00 am
[…] Berdamai Menurut Tereliye dan Jokowi, Mana yang Konsisten? […]
Inilah Cara Jerinx Menguraikan Teori Konspirasi Covid-19 - Asmara in Jogja
Mei 10, 2020 at 2:19 pm
[…] Berdamai Menurut Tereliye dan Jokowi, Mana yang Konsisten? […]
Kata Jerinx Agama Teori Konspirasi, Ini Bantahan Lengkap Ahmad Dhani - Asmara in Jogja
Mei 11, 2020 at 2:50 pm
[…] Berdamai Menurut Tereliye dan Jokowi, Mana yang Konsisten? […]
Agama adalah Konspirasi?Ustadz Felix Siauw: Tidak Semua Hal yang Tidak bisa Dibuktikan Secara Sains Itu Tidak Ada - Asmara in Jogja
Mei 12, 2020 at 6:35 am
[…] Berdamai Menurut Tereliye dan Jokowi, Mana yang Konsisten? […]
Jerinx si Bad Boy dari Bali Menantang Elit Global - Asmara in Jogja
Mei 12, 2020 at 2:56 pm
[…] Berdamai Menurut Tereliye dan Jokowi, Mana yang Konsisten? […]