Home Berita Sedih! Gara-Gara Mau Tanam Ubi di Tanah Leluhurnya, Pak Bongku Dipenjara

Sedih! Gara-Gara Mau Tanam Ubi di Tanah Leluhurnya, Pak Bongku Dipenjara

15 min read
2
0
884
Pak Bongku mendekam di penjara | Foto sourch cakaplah.com

Asmarainjogja.id-Nasib apes dialami Pak Bongku karena hanya ingin menanam ubi berujung jeruji besi. Pak Bongku adalah salah satu dari masyarakat adat Suku Sakai yang sehari-hari hanya mengandalkan alam untuk bertahan hidup.

Menggalo mersik merupakan makanan khas suku Sakai yang dibuat dari ubi menggalo atau ubi racun. Ubi bagi masyarakat Sakai sama halnya dengan nasi. Sama seperti sagu bagi masyarakat adat Papua. Tidak makan menggalo artinya perut tidak kenyang, karena itu pengganti nasi bagi masyarakat Suku Sakai.

Pak Bongku adalah seorang masyarakat adat Sakai yang berada di Suluk Bongkal. Sehari-hari Pak Bongku bekerja sebagai petani tradisional, untuk menghidupi keluarganya ia menanam ubi kayu, ubi menggalo (ubi racun) yang diolah menjadi menggalo mersik (LBHPekanbaru.or.id, 2020).

Keinginan Pak Bongku untuk mengolah ubi kayu itulah bermula dia mendekam di penjara.

Sebagaiman dikutip dari laman LBHPekanbaru.or.id, Pak Bongku membuka lahan untuk ditanami ubi kayu dan ubi menggalo, ia menggarap lahan yang merupakan tanah ulayat yang saat ini diperjuangkan dan berada di areal Konsesi Hutan Tanam Industri (HTI) PT Arara Abadi Distrik II, Kabupaten Bengkalis, Riau.

Lahan yang digarap untuk ditanami ubi oleh Pak Bongku | Foto Walhi Pekanbaru

Minggu, 3 November 2019 ia (Pak Bongku) ditangkap oleh security PT Arara Abadi dan selanjutnya ditahan oleh Kepolisian Sektor Pinggir, Kabupaten Bengkalis. Dan akhirnya di sidang oleh Pengadilan Negeri Bengkalis pada 24 Februari 2020.

Jaksa Penuntut Umum mendakwa Pak Bongku melanggar Pasal 82 ayat (1) huruf c Undang-Undang No.18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (P3H) yang berbunyi: “Melakukan penebangan pohon dalam kawasan hutan secara tidak sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf c dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun serta pidana denda paling sedikit Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah).

Rumah sewa Pak Bongku, tak jauh dari tempat dia mau tanam ubi | Foto Walhi Pekanbaru

Penjelasan Tanah Ulayat

Mengutip dari Hukumonline.com, tanah ulayat diartikan sebagai tanah bersama para warga masyarakat hukum adat yang bersangkutan. Hak penguasaan atas tanah masyarakat hukum adat dikenal dengan hak ulayat.

Pasal 18B ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan: “Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan Prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang.”

Ilustrasi tanah adat | Foto theindonesianinstitute.com

Masih pada penjelasan dari laman di atas, Pasal 2 ayat (4) Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 atau Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) mengatur bahwa hak menguasai dari negara tersebut di atas pelaksaannya dapat dikuasakan kepada daerah-daerah swatantra dan masyarakat-masyarakat hukum adat, sekadar diperlukan dan tidak bertentangan dengan kepentingan nasional, menurut ketentuan-ketentuan peratuan pemerintah. Pengaturan inilah yang menjadi dasar bagi tanah ulayat.

Selanjutnya pada Pasal 3 UUPA dijelaskan: “Dengan mengingat ketentuan-ketentuan dalam Pasal 1 dan 2 pelaksanaan hak ulayat dan hak-hak yang serupa itu dari masyarakat-masyarakat hukum adat, sepanjang menurut kenyataannya masih ada, harus sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kepentingan nasional dan negara, dan berdasarkan atas persatuan bangsa serta tidak boleh bertentangan dengan undang-undang dan peraturan-peraturan yang lebih tinggi.”

PT Arara Abadi Versus Masyarakat

Ilustrasi masyarakat adat Suku Sakai | Foto Aktual.com

PT Arara Abadi merupakan perusahaan Sinar Mas grup dan termasuk salah satu perusahaan terbesar di Indonesia. Perusahaan itu mengelola hutan akasia untuk memasok bahan ke perusahaan satu grupnya, PT. Indah Kiat Pulp and Paper (IKPP) di Perawang, Riau. PT IKPP adalah industri bubur kertas terbesar di dunia.

Pada catatatan Detik.com, ada sengekata lahan antara Serikat Tani Riau (STR) dengan PT Arara Abadi (AA) . Menurut STR, PT AA telah mengambil paksa lahan masyarakat untuk dijadilan lahan konsesi HTI dalam memenuhi kapasitas PT IKPP.

“Lahan yang rampas PT AA tanpa ganti rugi dari perusahaan. Pihak PT AA hanya bermodalkan SK Menhut Nomor 743 tahun 1996. Dengan modal SK Menhut mereka merampas tanah rakyat,” kata Ketua Propaganda Pimpinan Pusat STR Rinaldi kepada Detik.com, Rabu (5/3/2008).

Masih menurut Rinaldi, dalam merampas tanah rakyat PT AA menggunakan kekerasan. Warga diusir paksa dengan cara membakar rumah penduduk serta melakukan intimidasi. Akibatnya warga terusir dari tanah ulayat mereka.

Pada 25 Desember 2008 masih di laman Detik.com, seorang anggota dari STR melakukan mogok makan di halaman dedung DPRD Pekanbaru. Di depan tendanya bertuliskan “Aksi mogok makan, memprotes tindakan polisi.”

“Saya akan mogok makan sampai tahun baru. Ini saya lakukan sebagai bentuk protes tindakan polisi yang brutal menganiaya warga desa. Polisi telah membakar rumah penduduk dan mengintimidasi warga,” kata M Hambali yang melakukan aksi mogok makan.

Aksi itu sebagai buntut bentrok yang terjadi pada 18/12/2008, di mana 400 personil Brimob Polda Riau melakukan penggusuran terhadap warga Desa Suluk Bongkal, Kecamatan Pinggir, Kabupaten Bengkalis, Riau. Penggusuran itu terkait sengketa lahan seluas 4.000 hektar antara STR dengan PT AA.

Baca juga:

Bukan Kualitas Guru Rendah, tapi Sistem Pendidikan yang Salah

Undang-Undang Minerba Versus Kekuatan Masyarakat

1 Mei, Hari yang Paling Ditakuti Penguasa dan Pengusaha

Di lahan konsesi Hutan Tanaman Industri (HTI) itu petani mengklaim belum dilakukan ganti rugi atas tanah ulayat milik Suku Sakai Riau. Sikap warga yang terus bertahan di lokasi sengketa itu membuat gerah pihak Sinar Mas. Lantas pihak bubur kertas itu meminta kepolisian untuk mengusir warga.

Atas laporan itu Polda Riau menurunkan personil Brimob lengkap dengan senjata laras panjang. Brimob akhirnya membakar rumah warga, menganiaya warga seperti binatang. Mereka dipukuli dengan laras panjang, lantas diseret ke dalam truk milik polisi.

“Tindakan yang dilakukan Brimob Polda Riau sudah tidak manusiawi lagi. Mereka menganiaya warga hingga babak belur. Padahal yang terjadi adalah kasus agraria. Mestinya bisa dilakukan dengan bijak tanpa kekerasan,” kata Direktur Walhi Riau Johny S Mundung.

Pada lapoaran Tempo.co, edisi 5 Januari 2009, Dusun Suluk Bongkal, Bengkalis, Riau, menjadi kampung mati. Penghuni kampung itu lari ke hutan dan daerah lain. Sekitar 700 polisi Riau mengusir 800 warga dengan peluru karet dan gas air mata.

Pongah, salah satu warga mendapat kabar seram: Intan, 23 tahun melahirkan lebih cepat karena disepak polisi. Kabar lain: Putri, 2,5 tahun anak pasangan Herman Purba dan Maria, meninggal jatuh ke sumur karena panik.

Sedangkan pada laman Kompas.com, 19 Desember 2008, menuliskan dalam keadaan galau tersebut dua helikopter berputar-putar di atas kawasan yang dikuasai masyarakat. Bahkan petugas dalam helikopter melempar gas menyerupai api ke arah perkampungan hingga membakar pondok-pondok warga. Bentrokan itu diwarnai aksi lempar batu terhadap petugas yang sebagian menggunakan senjata lengkap. Anak-anak dan kaum ibu lari berhamburan menghindari pertingkaian untuk mempertahankan tanah ulayat mereka.

Riauonline.co.id punya laporan tersendiri terkait PT Arara Abadi yang berdiri sejak tahun 1996 sampai tahun 2017 tidak pernah memberikan bantuan apapun ke masyarakat Sakai di Minas, Riau.

Dengan nada meninggi dan kesal masyarakat bersumpah tak pernah mendapat kontribusi apapun dari perusahaan, “Haram. Kami tak pernah dapat bantuan apapun dari perusahaan. Jangankan bantuan, dihormati aja tak ada,” kata Lontai salah seorang Ketua RW di Dusun Minas asal Batu Boso, sebagaiman dikutip dari Riauonline.co.id, Rabu (1/1/2017).

Kehadiran PT AA dianggap tidak memberikan manfaat kepada masyarakat adat yang sudah lama bergantung dengan hutan alami yang kini menjadi hutan monokultur.  

“Kami sebagai masyarakat yang lebih lama di sini tak pernah mendapat apapun. Tanah moyang kami malah dirampas dari kami ditanami akasia-akasia. Tak ada tanah adat kami lagi,” kesalnya mengisahkan.

#BebaskanBongku karena Tidak Bersalah

Beberapa aksi tuntutan #BebaskanBongku di Pengadilan Negeri Bengkalis | Foto LBH Pekanbaru

Mengutip dari laman Lbhpekanbaru.or.id, selama dalam perjalanan sidang, tidak satu pun pasal dalam dakwaan Jaksa dapat dibuktikan. Fakta di persidangan mengungkapkan bahwa Pak Bongku adalah masyarakat adat Sakai yang tinggal tidak begitu jauh dari lokasi penebangan. Ahli masyarakat adat dari Lembaga Adat Melayu (LAM) Riau dalam persidangan menjelaskan bahwa masyarakat adat Sakai sudah hidup lama sebelum Indonesia ada dan tercatat dalam dokumen LAM.

Pak Bongku didamping Advokat LBH Pekanbaru | Foto LBH Pekanbaru

Ahli pidana Dr Ahmad Sofian, SH MA, menjelaskan tentang muatan dari UU P3H tidak dapat diterapkan, pada intinya UU P3H dibentuk untuk kejahatan yang terstruktur dan terorganisir bukan untuk masyarakat adat yang tinggal dalam kawasan hutan. Terstruktur dan terorganisir adalah dua orang atau lebih melakukan pengrusakan hutan dalam satu waktu tertentu.

Koalisi Pembela Hak Masyarakat Adat mengumpulkan 14 Amicus Curiae (Pendapat Hukum) dari berbagai kalangan, salah satunya Guru Besar Kebijakan Kehutanan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor, Prof. Dr. Ir. Hariadi Kartodihardjo, MS yang pernah ikut membahas UU P3H pada saat UU ini dirancang.

Selain para pendapat hukum di atas masyarakat juga mendukung #BebaskanBongku melalui petisi di sini[Asmara Dewo]

Baca selanjutnya: Jika “Nasi Anjing” di Hadapan Orang Miskin, Dimakan atau Tidak?

Iklan gratis di www.asmarainjogja.id
Review obat jerawat
Load More Related Articles
Load More By admin
Load More In Berita

2 Comments

  1. […] Sumber Berita / Artikel Asli : Asmarainjogya […]

    Reply

  2. […] Baca berikutnya: Sedih! Gara-Gara Mau Tanam Ubi di Tanah Leluhurnya, Pak Bongku Dipenjara […]

    Reply

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *