
Asmarainjogja.id-Kelihatan lucu jika kita euforia memperingati Kemerdekaan Republik Indonesia ke-75 jika rezim yang berkuasa ingin “memenjarakan pikiran” rakyatnya. Ada keraguan hendak mengucapkan, “Merdeka! Merdeka! Dirgahayu Indonesia, tanah air tercinta!”
Bagaimana tidak? Berpendapat saja ada rasa ketakutan, mengkritik takut diculik, berdemonstrasi direpresif, apalagi terang-terangan melawan penguasa, nyawa jadi taruhan. Di negeri ini nyawa murah sekali. Berbeda pandangan dianggap musuh penguasa.
Sejak tahun 2008 dari catatan Safenet, 271 laporan kasus UU No. 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik pernah muncul di Indonesia. Umumnya para pelapor menggunakan Pasal 27 ayat (1) dan ayat (3), Pasal 28 ayat (2), dan Pasal 29. Perlu diketahui, pasal-pasal itu memuat perkara soal: larangan mendistribusikan informasi, yang melanggar kesusilaan, penghinaan atau pencemaran nama baik, kebencian dan SARA, serta ancaman kekerasan (Tirto.id, 2019).
Analis politik Exposit Strategic Arif Susanto menilai kualitas demokrasi Indonesia cenderung mengalami kemerosotan, terutama dalam enam bulan terakhir (Kompas.com, 2020).
Padahal negara demokrasi seperti Indonesia telah menjamin rakyatnya, lihat saja Pasal 28 UUD 1945, selanjutnya dipertegas lagi pada UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Jadi sebenarnya kita dipayungi konstitusi untuk berpendapat, mengkritik, dan berdemonstrasi. Hanya saja pada praktiknya tidak begitu juga.
Kasus terakhir yang menyorot perhatian publik adalah kasus I Gede Ari Astina alias Jerinx karena menyebut ‘IDI kacung WHO’ di akun Instagramnya.
Drummer Superman is Dead itu dijerat Pasal 28 ayat 2 UU No. 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Kini suami Nora Alexandria tersebut mendekam di penjara.
Jerinx memang “tak bersuara lagi”, konspirasi Covid-19 yang diteriakkan Jerinx untuk sementara waktu beristirahat. Namun, gelombang dukungan terhadap Jerinx agar dibebaskan semakin membesar. Para pendukung itu (sebagian) sebenernya tidak sepakat juga dengan unggahan-unggahan Jerinx terkait teori konspirasi, namun karena dia dibungkam dengan “Pasal Karet”, akhirnya beraksi.
Pada petisi Change.org yang berjudul “Bebaskan Jerinx dan Tahan Kacung Penilep Uang Rakyat!” dukungan mencapai 116.756. Silahkan tandatangani kalau sependapat melalui petisi tersebut.
Selain itu rilis pers Aliansi Masyarakat Sipil berpendapat:
Penggunaan Pasal 28 ayat (2) untuk menjerat Jerinx atas postingan yang dibuatnya jelas tidaklah tepat dan menyalahi makna dari ketentuan tersebut. Ketentuan tersebut pada dasarnya hanya dapat digunakan untuk menjerat ekspresi-ekspresi yang termasuk ke dalam kategori incitement to hatred/violence/discrimanate atau penghasutan untuk melakukan suatu tindakan kebencian/kekerasan/diskriminasi berdasarkan SARA. Elemen penting dalam ketentuan itu yakni “menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, rasa, dan antar golongan (SARA)”. Niat menjadi satu komponen yang paling penting untuk membedakan antara ekspresi yang sah (legimate expression) dengan ekspresi yang termasuk ke dalam ujaran kebencian (Lbhmasyarakat.org, 2020).
Ada pula berbagai baliho “Bebaskan Jerinx” di Bali. Warga yang mendukung Jerinx berharap agar pihak kepolisian membebaskannya.
“Jerinx berani bersuara untuk masyarakat yang menengah ke bawah, serta masyarakat kecil. Ia sangat getol memperjuangkan rapid test agar dihapus sebagai syarat administrasi serta kesehatan,” kata Sukardiana, salah satu warga yang mendirikan baliho tersebut (Cnnindonesia.com, 2020).
Memang betul suami Nora Alexandria itu getol mengkritik kebijakan rapid test sebagai syarat administrasi. Hal itu bisa dilihat di akun Instagramnya @jrxsid, misalnya saat Jerinx mengkritik IDI dan Rumah Sakit pada 10 Juni 2020, pada unggahan foto yang bertuliskan: “Gara-gara bangga jadi kacung WHO, IDI dan RS seenaknya mewajibkan semua orang yang akan melahirkan dites Covid-19. Sudah banyak bukti jika hasil tes sering ngawur kenapa dipaksakan? Kalau hasil tesnya bikin stres dan menyebabkan kematian pada bayi/ibunya, siapa tanggung jawab?”
Untuk menilai secara objektif terkait postingan Jerinx yang frontal tersebut tentu saja kita tidak bisa melihat pada satu postingan saja. Tapi lihat juga postingan Jerinx sebelumnya. Apa yang sebenarnya dituntut Jerinx terhadap IDI, Rumah Sakit, dan juga pemerintah?
Pada 6 Mei 2020 lalu, Jerinx sudah mengatakan bahwa Covid-19 adalah konspirasi elit global, salah satunya yang berperan adalah WHO. Dari sini kita menilai Jerinx sebenarnya mulai gencar menunjukkan pada rakyat Indonesia konspirasi Covid-19. Dan Jerinx sangat yakin dengan konspirasi tersebut, karena itu pula dia menantang siapa saja untuk menguji ganasnya Covid-19. Hasilnya sampai detik ini tidak ada yang berani dan serius meladeni tantangannya.
Terlepas benar atau tidak soal konspirasi Covid-19, yang pasti adalah kekeliruan jika memenjarakan pikiran dan tindakan Jerinx karena mengatakan IDI adalah kacung WHO. Kacung menurut KBBI Kemdikbud.go.id adalah pesuruh, pelayan, jongos (biasanya anak laki-laki).
Pertanyaannya adalah bagaimana hubungan IDI, Pemerintah Indonesia, dan WHO itu sendiri?
Jadi tepat pada Hari Kemerdekaan NKRI yang ke-75, hendaknya pemerintah beriktikad baik terhadap rakyat dan menjamin kebebasan berpendapat, meskipun pendapat itu terkadang disampaikan sangat pedas. Lagi pula kalau hanya berpendapat versi pemerintah tidak didengar. Boleh jadi Jerinx salah satu rakyat yang suara kritikannya tidak didengar, dan direspon saat dia mengatakan IDI adalah kacung WHO. Sialnya respon dari kritikannya berujung pidana.
Kita belum benar-benar merdeka dalam berdemokrasi. Jika kritikan saja ingin diberangus melalui “Pasal Karet UU ITE”.
Sebagai penutup ada quote menarik dari Direktur Lokataru, Haris Azhar, “Hukum. Dia bukan undang-undang, aturan atau regulasi semata. Jangan menyerah dengan penguasa yang mengatasnamakan hukum. Dalam kekuasaan ada potensi persekongkolan berbungkus ‘hukum’, tapi itu bukan hukum. Jangan takut.” [Asmara Dewo]
Baca juga:
Jerinx, si Bad Boy dari Bali Menantang Elit Global
Inilah Cara Jerinx Menguraikan Teori Konspirasi Covid-19 di Kompas TV
Sengketa Lahan, Warga Urut Sewu “ditelikung” TNI AD - Asmara in Jogja
Agustus 22, 2020 at 7:17 pm
[…] Memenjarakan Pikiran Jerinx SID pada Hari Kemerdekaan Indonesia […]
Banteng Terjerembab di Lumpur Minangkabau - Asmara in Jogja
September 6, 2020 at 7:10 pm
[…] Memenjarakan Pikiran Jerinx SID pada Hari Kemerdekaan Indonesia […]