Home Motivasi Terhindar dari Saudara Nyinyir, Ini 5 Hikmah Terbesar Tidak Kumpul Keluarga saat Lebaran

Terhindar dari Saudara Nyinyir, Ini 5 Hikmah Terbesar Tidak Kumpul Keluarga saat Lebaran

19 min read
1
0
420
Ilustrasi kumpul keluarga saat lebaran | Photo by mentatdgt from Pexels

Asmarainjogja.id-Mungkin kamu jengkel dilarang mudik oleh pemerintah. Kesal pada pada Presiden Jokowi, mudik dilarang, eh, pulang kampung boleh. Padahal menurut netizen sama saja. Kamu nggak boleh mudik, hmm… pemerintah malah masukkan TKA dari China. Kamu nggak boleh kumpul-kumpul melebihi lima orang, eh, presiden dan kawan-kawan buat party. Siapa yang nggak nyesek coba?

Sembari dongkol di hati karena nggak bisa mudik, akhirnya kamu stay at home. Bagi yang ngekos, ya, lebaran dengan teman-teman kos. Walaupun nggak seru-seru amat, tapi di media sosial wajib pura-pura happy. Ya, tahu, dong?! Anak zaman now harus terlihat bahagia di media sosial.

Begitu juga bagi kamu yang punya keluarga kecil yang merantau di kota, nggak bisa mudik jumpai orangtua atau mertua. Nggak masalah juga, yang penting bisa foto keluarga, terus share ke grup keluarga. Tanpa lupa beri ucapan indah yang di-copy paste dari google, dan edit sedikit dengan menukar nama. Bagus juga, daripada sama sekali nggak eksis seperti keluarga lain.

Bagi si jomblo yang belum mendapatkan jodoh, ada baiknya dan ada buruknya juga. Baiknya itu kehilangan peluang berjumpa sama keluarga jauh. Biasanya kalau sudah berumur tua, suka dijodoh-jodohin dengan keluarga sendiri. Nah, buruknya dijodoh-jodohin padahal sejak lebaran lalu juga sudah dibilang nggak suka. Tapi otoritas keluarga begitu, suka maksa. Pakai banget malah.

Jadi sebenarnya ada lima hikmah terbesar, lho, kalau kamu nggak kumpul keluarga saat lebaran. Berikut ulasannya:

1. Kapan selesai kuliah?

Iustrasi perayaan wisuda | Pixabay by Pexels.com

Kalau kamu kuliah sudah di tahun ke-6, atau malah tahun ke-7, dan seterusnya. Wihhh… siap-siap, deh, dicecar berbagai pertanyaan dari anggota keluarga. Mulai dari yang to the point, sampai dari yang halus. Padahal inti pertanyaannya sama saja, yaitu: “Kapan selesai kuliah?”

Hayuuu… kamu mau jawab apa coba?! Buat alasan apa lagi? Mengingat setiap tahun alasannya sama saja, tuh. Sambil garuk-garuk rambut yang nggak gatal, paling cuma bisa jawab, “Insya Allah tahun depan selesai,” sambil mengalihkan pembicaraan.

Keluarga memang nggak bisa paham dunia kampusmu itu. Yang mereka inginkan, ya, cuma secepatnya kamu lulus kuliah. Harapannya agar kamu bisa langsung kerja atau menikah.

Padahal kuliah nggak sebatas belajar yang dipenuhi teori dari dosen. Kuliah bukan cuma kampus. Tapi luas sekali artinya, belum lagi mahasiswa yang aktif di organisasi. Nggak akan mau lulus kuliah sebelum punya basis di daerah-daerah tertentu. Ini menyangkut reputasi di kalangan aktivis.

Selain itu keluarga juga nggak akan ngerti soal dosen pembimbing berwatak feodal bin rasis. Dosen seperti itu maunya dianggap dan dilayani seperti raja. Nggak boleh diintrupsi. Semua katanya adalah sabda.

Terlebih lagi dosen pembimbing yang suka membeda-bedakan mahasiswa dari asal-usulnya, suku bangsanya, agamanya. Nah, kalau kamu mahasiswa bukan tipenya, cilaka 12. Skripsi kamu akan melalui halangan rintangan, berliku-liku tajam, dan jurang.

Kamu depresi. Makan nggak selera, terbayang-bayang wajah si dosen. Mau jumpa takut, nggak jumpa si dosen skripsi nggak kelar-kelar. Akhirnya penderitaan yang kamu alami terakumulasi jadi trauma. Dan ini cukup berbahaya.

Sayangnya keluarga kamu nggak mau memahami dunia kampusmu yang gila itu. Yang mereka mau cuma kamu harus lulus.

2. Body shamming

Ilustrasi perempuan kurus | Photo by Ba Tik from Pexels

Kebiasan anggota keluarga yang suka body shamming memang menyebalkan. Entah itu sengaja atau tidak, yang jelas bisa merusak mood kamu. Mau dibalas, nanti dianggap nggak sopan, nggak dibalas “makan hati”. Jadi nyesek sendiri?

“Eh, kamu sekarang, kok, gemukan, sih?” atau “Ihhh, kamu kurus banget. Diet atau hemat?”

Cobalah kalau kata-kata itu terlontar dari salah satu anggota keluarga besarmu saat kumpul keluarga, kamu jawab apa?! Cuma cengengesan saja, pura-pura nggak menghiraukan, diam saja, jawab sekenanya, atau balas bertanya?

Hahaha, yang jelas pada posisi seperti itu kamu gregetan. Apalagi kamu punya latar belakang rumit, yang mengakibatkan tubuhmu seperti sekarang.

Lagi-lagi keluarga nggak mau tahu, yang mereka mau tubuh kamu ideal.

Seakan-akan kita melupakan fenomena Covid-19 yang memporakporandakan perekomian. Termasuk ekonomi kamu. Mau tidak mau mengencangkan ikat pinggang. Semua biaya pengeluaran dihitung secara rinci.

Nah, kalau kamu ketepatan tipe orang yang agak gendutan. Mungkin juga pengaruh turunan dari keluarga. Makan sedikit saja bisa melar. Atau memang penampilan kamu cocoknya agak gendut dibandingkan kurus. Tapi di mata anggota keluarga yang nyinyir, mau kamu gendut atau kurus semuanya salah.

Terkadang memang keluarga yang suka sakitin perasaan kamu dibandingkan orang lain. Apakah itu cobaan atau bagaimana? Tapi sialnya cobaan itu setiap musim lebaran. Padahal momentum lebaran itu saling memaafkan. Mengakui kekeliruan, kekhilafan. Anehmya, sudah jadi kebiasaan kali, ya, baru saja maaf-maafan sudah buat orang lain nyesek lagi.

Sialnya, kalimat itu terlontar saat kamu lagi lahap-lahapnya makan lontong sayur? Langsung tersedak. Selera makan pun hilang. Pura-pura ke dapur, langsung elu-elus dada. Rasanya dada mau meledak saja.

3. Kerja di mana sekarang?

Ilustrasi kesulitan cari kerja | Photo by Razvan Chisu on Unsplash

Seperti orang termiskin di dunia saat kamu ditanya-tanya soal kerja, karena kenyataannya kamu masih menganggur. Pekerjaan adalah status sosial, kalau kerjaan kamu keren, kamu dihormati dan disegani dengan anggota lainnya. Tapi kalau kerja kamu biasa saja, ya, seperti buruh pabrik, anggota keluarga nyinyir menatapmu dengan sebelah mata.

Padahal kerja atau belum kerja (baca: pengangguran), kamu nggak nyusahin dia, kok. Makan atau nggak makan, kamu nggak minta beras ke dia, kok. Tapi nyinyirnya, ya, ampunnn. Malah orang yang begituan, tidak begitu perduli dengan rezeki haram, yang penting status di masyarakat mantap, punya harta melimpah. Bodoh amat dengan asal-usul harta.

Cari pekerjaan zaman sekarang susahnya bukan main. Cari kerja pontang-panting ke sana ke mari, hubungi semua teman yang sudah bekerja, belum juga ada lowongan. Semua sertifikat pelatihan juga turut disodorkan di surat lamaran, tapi belum juga ada panggilan. Berkali-kali interview, berkali-kali itu pula jumlah penolakan. Nasibbbb memang.

Apalagi sekarang masa pendemi Covid-19, perusahaan saja mengurangi jumlah karyawannya. Ya, wajar saja pada musim lebaran ini status kamu masih pengangguran. Bisa dimaklumi. Toh, sekarang yang sudah bekerja pun statusnya di ujung tanduk. Ada yang bekerja dari rumah tapi tidak digaji. Tanya gaji takut kalau dipecat bos.

Dapat kerja yang tidak sesuai minat saja sulit, apalagi yang sesuai minat. Hmm… jawab saja, deh, sendiri! Lagi-lagi anggota keluarga kamu maunya kamu itu, ya, kerja. Kalau bisa dapat kerja yang keren, bila perlu jadi Pegawai Negeri Sipil. Padahal, ya, nggak keren-keren amat jadi PNS. Tapi mayoritas masyarakat Indonesia masih mengakui PNS itu keren. Terbukti dengan banyaknya peserta CPNS.

Sekarang di posisi kamu yang pengangguran serba salah. Mau jawab yang sebenarnya, nanti dianggap kurang maksimal usahanya. Nggak dijawab, dianggap nggak mau terima nasihat dan saran. Eh, waktu minta carikan kerja ke dia, malah banyak alasan ini-itu. Lha, gimana ini? Bicara itu memang paling mudah, apalagi beri motivasi, blaaa… blaaa… bla…

Baca juga:

Inilah Alasan Seseorang yang Ditinggal Menikah Sulit Move On

Berdasarkan Studi, 14 Alasan Inilah Seseorang Menolak Menikah

4. Kok, usahanya tutup?

Ilustrasi usaha tutup karena bangkrut | Photo by Chris Panas from Pexels

Seperti kata pepatah “sudah jatuh tertimpa tangga pula.”, begitulah nasib kamu yang bangkrut dan dicecar pertanyaan anggota keluarga nyinyir. Padahal saat kamu bangkrut atau usahamu tutup itu rasanya kepala mau meledak. Eh, saat kumpul keluarga mau hilangkan semua penat malah ditanya lagi soal usaha.

“Kok, usahnya tutup, sih? Seharusnya kamu harus begini…”

Bisnis itu nggak mudah. Yang bilang mudah, pasti kalau bukan tipe orang yang sombong atau dia bukan seorang pebisnis. Karena harus diakui setiap pebisnis ada jatuh bangunnya. Karena dari pengalaman-pengalaman itu pula dia kembali menyusun bisnisnya.

Jadi suatu hal yang wajar kalau bisnis tumpur. Tapi setelah tumpur itu apa yang akan dilakukan selanjutnya? Nah, itu yang paling penting. Taktik dan strategi baru apa yang segera diterapkan?

Fokus pada usaha itu lebih baik daripada terkuras tenaga dan pikiran karena pertanyaan anggota yang nyinyirnya kelewatan saat kamu lagi susah. Kalau cuma sekali bertanya, itu tidak masalah, tapi kalau berkali-kali itu sudah kepo. Mending mau beri modal, ini cuma beri nasihat agar tidak tumpur lagi.

Lha, kalau cuma itu mending jangan ajari, karena pelaku bisnis itu sudah paham. Meskipun harus diakui ada keteledoran saat menjalankan bisnis, makanya bisa tumpur. Dan harus ingat juga stabilitas perekonomian nasional dan politik juga berdampak serius ke bisnis. Jadi, tidak bisa juga usaha kamu saat ini tutup karena mutlak kesalahan sendiri.

Lihat saja berapa banyak usaha yang gulung tikar pada masa pandemi seperti ini?! Maksudnya bukan pembelaan, tapi lebih melihat data dan fakta yang terjadi. Bisnis itu saling berkelindan dengan bisnis lainnya, dengan sektor-sektor lainnya. Jadi kalau satu sistem saja ada yang kacau, itu akan berdampak pada bisnis. Sampai ke bisnis-bisnis kecil.

5. Kapan nikah? Ingat umur, lho!

lustrasi dekorasi acara pernikahan | Photo by Mickel Alexander on Unsplash

Kalau kamu cewek di atas usia 25 tahun ke atas, atau kalau cowok sudah berkepala 30an, pasti sering diteror pertanyaaan, “Kapan nikah? Ingat umur, lho!”. Yaelah, siapa juga yang nggak bisa hitung umur sendiri. Jelas tahulah. Nah, yang paling penting, cari pasangan seumur hidup nggak semudah cari kain rombeng di pasar.

Jodoh sudah ditentukan, dicari ke ujung dunia pun kalau memang belum berjodoh mau bagaimana? Bukankah kita bisa lihat banyak calon pasangan pengantin mau menikah, eh, di hari pernikahan, salah satu calon kabur. Akhirnya batal menikah, padahal undangan sudah disebar, gedung dan katering sudah disewa. Kalau kasus seperti itu bagiamana? Belum jodoh berarti, kan?

Terlebih lagi orangtua yang suka urusi pilihan calon si anak. Calon menantunya harus seperti ini, harus seperti itu, pekerjaanya seperti ini, seperti itu. Harus dari keluarga yang begini, keluarga begitu. Calonnya harus ganteng, harus cantik, harus baik, harus mapan, status sosialnya keren, harus menurut sama mertua. Dan segudang syarat untuk menjadi seorang menantu. Bayangkan kalau seperti itu? Anaknya pontang-panting sendiri cari tipe yang diingingkan orangtuanya.

Seakan lupa bahwa setiap manusia ada kekurangannya. Pun begitu dengan calon menantu, pasti ada kekurangannya. Tapi persoalannya adalah orangtua seakan menutup mata hal penting itu. Mengakui bahwa manusia tidak sempurna, tapi mau calon menantu yang sempurna. Bingung, kan? Penulis juga bingung. Hahaha

Kalau dijelaskan perkara jodoh, dijawab dengan membandingkan ke anggota lain yang sudah menikah. Nggak ditanggapi, dicurigai, mulai bisik-bisik, “jangan-jangan homo”, “jangan-jangan lesbi”. Sial betul nasib jomblo. Masih jomblo digunjing, boleh jadi sudah menikah juga digunjing. Maunya mereka apa, sihhhhh?!

Eh, penulis serius tanya, nih, ke kamu, “Kamu kapan, sih, nikah?!” Hahaha. Peace!

Nah, itulah lima hikmah terbesar yang didapatkan jika kamu tidak kumpul keluarga saat lebaran. Terhindar dari saudara yang nyinyir bin kepo. Jangan sedih kalau tidak mudik, malah harus bersyukur. Sudah bisa dibayangkan, toh, kalau kamu kumpul keluarga dicecar beberapa pertanyaan di atas! Iii.. seram. [Asmara Dewo]

Baca berikutnya: Berdasarkan Penelitian, Pria Sulit Move On dari Patah Hati

Iklan gratis
Load More Related Articles
Load More By admin
Load More In Motivasi

One Comment

  1. Tips Blog

    Mei 25, 2020 at 11:55 am

    haha, emang ya…klo ketemu keluarga itu memang gitu…karena memang mereka adalah salah satu hal yang menjadi bagian dari pribadi kita, kadang pertanyaan mereka itu ikut terlalu pribadi juga…dan kita ga bisa marah sebenarnya…namanya pingin tau ya kan…haha…

    Paling kesel dulu klo ditanyain koq belum kerja (untungnya sekarang sudah), aduh rasanya kyk harus dikasihani gitu….apalagi klo dihadapan orang banyakkk…ortu juga ikut malu pasti….tapi ya sudah lah..namanya keluarga tetap keluarga, mereka lah tempat kita minta pertolongan pertama kali jika kita tertimpa masalah.

    Reply

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *